Tak ada tokoh setenar Sengkuni untuk hal-hal yang bersangkutpaut dengan kelicikan dan kebusukan. Jika pada figur ‘orang-orang kiri’ semisal Burisrawa, Durna dan Jayadatra kita masih bisa menemukan sisi baik meski samar-samar, maka sepertinya hal ini tak berlaku pada Sengkuni. Tak terbantahkan bahwa Sengkuni alias Haryo Suman adalah tokoh antagonis tulen. Masyarakat tradisional Jawa memakai nama Sengkuni untuk menjuluki orang paling tidak disukai di lingkungannya. Di masa lalu, dalam pentas wayang kulit yang melibatkan Sengkuni, setelah pertunjukan masyarakat melarung wayang Sengkuni ke laut Selatan sebagai simbolisme penolakan karakter jahat yang dipersonifikasikan pada tokoh ini.
Membicarakan Sengkuni bukanlah dalam konteks untuk mencela, juga bukan dalam rangka mengadopsi wataknya yang angkara murka, namun lebih pada mewaspadai bahaya laten yang mungkin muncul. Mendiskusikan Sengkuni selalu relevan pada setiap kondisi karena di masyarakat nyaris ada orang-orang yang berpotensi menjadi penghasut, pengacau dan oportunis yang hipokrit.
Inilah Sengkuni, yang pada mulanya adalah seorang pangeran yang tampan, namun kemudian menjadi buruk rupa sebagai akibat ulahnya sendiri. Sengkuni mempunyai pusaka berwujud Cis (tongkat pendek untuk memerintah gajah) yang mempunyai khasiat dapat menimbulkan air bila ditancapkan ke tanah. Ia bermaksud mengikuti sayembara yang berhadiah Dewi Prita (Kunti), namun sayembara itu telah dimenangkan oleh Pandu. Ia kemudian mengikuti saudarinya, Gandari, yang diperisteri oleh Drestarasta, ayah para Kurawa.
Bakat buruk Sengkuni dimulai ketika ia berambisi menduduki jabatan patih ketika Astina dipimpin oleh Pandu. Pada lakon Gandamana Luweng, Sengkuni menyebar fitnah kepada Pandu bahwa Gandamana, Patih Astina, berkhianat ke kubu musuh. Pada saat yang sama, Sengkuni menyiapkan jebakan lobang perangkap untuk membinasakan Gandamana. Namun Gandamana selamat dari jebakan dan fitnah lalu kemudian menghajar Sengkuni. Inilah peristiwa yang menjadikan Sengkuni buruk rupa.
Kiprahnya sebagai penghasut mencapai sukses pertamanya ketika Drestarasta selaku pemangku jabatan Raja Astina mengangkat Duryudana sebagai putra mahkota pasca mangkatnya Pandu. Ini merupakan manuver pertama dari rencananya menguasai Astina, meski ia tahu itu hanya bisa dilakukannya dari balik layar. Kepiawaiannya sebagai seorang maestro politik hitam lagi-lagi terlihat dalam lakon Pandawa Dadu. Pada kisah ini, Kurawa menantang Pandawa bermain dadu. Sengkuni, yang bermain mewakili Duryudana, dengan mudah mengalahkan Yudistira. Pada episode inilah terjadi peristiwa asusila kepada Drupadi yang diyakini sebagai akar munculnya sumpah dan aksi-aksi mengerikan di Perang Bharatayudha.
Puncak kelicikan Sengkuni adalah upaya pembunuhan Kunti dan para Pandawa dalam Lakon Bale Sigala-gala. Atas ide Sengkuni, Kurawa membangun sebuah rumah peristirahatan bagi Kunti dan Pandawa dari kayu yang mudah terbakar. Tak hanya itu, mereka juga menyajikan makanan dan minuman yang dalam mampu menidurkan dalam sekejab, kemudian mereka membakar rumah kayu itu di saat Kunti dan Pandawa tertidur lelap. Hanya kewaskitaan Bima membuat ibu dan anak itu selamat. Perang Bharatayudha adalah akhir riwayat Sengkuni. Meski ia kebal senjata oleh khasiyat Minyak Tala, ia dikalahkan Pandawa di perang antar keturunan Kuru ini. Ia mengakhiri hidupnya dengan tragis, digigit oleh Duryudana lalu jasadnya dilumatkan oleh Gada Rujakpolo milik Bima.
Realita tentang Sengkuni adalah kontradiksi. Ketika banyak orang dikenang tentang kebaikannya, Sengkuni populis dengan kelicikan dan hasrat jahatnya. Hal ini akan terus menjadi hikmah bagi yang hidup bahwa orang dengan watak Sengkuni akan selalu ada. Ihwal serpihan tubuh Sengkuni ditabur berserakan di atas Kurusetra adalah simbol bahwa orang dengan watak Sengkuni selalu ada di sekitar kita bahkan mungkin pada diri kita. Sengkuni adalah potret manusia licik, penuh intrik yang mencari keuntungan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain. Ia menyamar sebagai orang santun, relijius, ramah, namun menyembunyikan watak aslinya yang pengecut, munafik dan berlumur ambisi. Sengkuni yang asli ada di dunia cerita, sedangkan para duplikatnya ada di sekitar kita, waspadalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar